Pendidikan Karakter: Tantangan, dan Solusinya di Era Digital

ADMINPESANTREN Rabu, 31 Agustus 2022 10:12 WIB
34021x ditampilkan Galeri Headline Artikel Ilmiyah Opini Santri

Oleh: Ayu Aprilia Muzdalifah*

Pendidikan Karakter di Era Digital

Pendidikan karakter ialah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak, sehingga hal tersebut akan mampu membentuk pribadi peserta didik yang baik. Pendidikan karakter inilah yang menjadi salah satu perhatian utama Kemendikbud RI yang dipimpin oleh Menteri Nadiem Makarim atau yang kerap disapa Mas Nadiem. Nadiem menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat urgent dalam membangun pendidikan di Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta dapat bertanggung jawab.

Pendidikan karakter sangat penting untuk menghadapi tantangan masa depan. Pasalnya, melalui pendidikan karakter inilah dasar dari pengembangan SDM suatu bangsa akan diawali. Semua itu dilakukan, agar anak didik nantinya memiliki pribadi yang kuat dan mampu survive (bertahan) pada masa yang akan datang. Sebab, bagaimanapun juga pendidikan karakter merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah moral sosial serta meningkatkan prestasi akademik dengan mengajarkan nilai-nilai budaya yang positif.

Apa yang disampaikan oleh Nadiem di atas memang merupakan sebuah keniscayaan, sebab bangsa yang mempunyai karakter kuat akan dapat mencapai puncak peradaban dunia. Namun, tidak mudah untuk menerapkan pendidikan karakter ini, karena harus dihadapkan pada proses perkembangan zaman yang serba digital, sehingga masalah dan tantangan yang munculpun lebih bersifat universal.

Tantangan

Perkembangan dunia digital yang begitu pesat memang memberikan banyak sumbangsih bagi kemajuan peradaban di dunia.  Berbagai kemajuan yang dimilikinya tidak hanya dapat digunakan oleh orang dewasa, melainkan anak-anak juga bisa menikmatinya dengan cara yang lebih sederhana. Dunia digital mampu dengan mudah membius cara berkehidupan penggunanya, mulai dari mindset, life style, bahkan ideologi. Dunia digital tidak hanya memberikan manfaat dan peluang besar bagi mobilitas kehidupan manusia di dunia ini. Namun, terdapat tantangan di dalamnya yang harus diantisipasi dan dikontrol penggunaannya dengan cara bersama-sama.

Penggunaan teknologi di era digital saat ini dapat dikatakan memudahkan urusan manusia, namun jika hal ini dibiarkan, lambat laun justru dapat memberikan efek kecanduan dan penyalah gunaan karena telah terbiasa melakukan sesuatu dengan lebih mudah dan instan.

Salah satu tantangan akibat kemajuan perkembangan di era digitalisasi yang dihadapi adalah dalam pendidikan karakter anak, khususnya kemerosotan nilai moral dan budaya yang terjadi di lingkungan masyarakat. Tantangan ini menjadi salah satu tantangan yang sangat serius dan jika hal ini tidak diawasi dan dikontrol maka akan berdampak pada kenakalan anak.

Badan Eksekutif Mahasiswa UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) menjelaskan dalam artikel yang berjudul Fakta di Balik Anak Indonesia: Indonesia Gawat Darurat Pendidikan Karakter bahwa pendidikan karakter di Indonesia semakin hari semakin mengalami kemerosotan. Penyimpangan nilai karakter ini bisa berupa penyimpangan tuturan dan penyimpangan perilaku mereka dengan orang-orang di sekitarnya. Penyimpangan-penyimpangan tersebut menjadi fenomena yang perlu untuk ditindaklanjuti dan dicarikan solusi.

Salah satu penyimpangan nilai karakter yang sering terjadi di era digital seperti saat ini adalah menjadikan penggunanya lebih bersifat apatis dan individualisme. Hal ini tidak terjadi pada orang dewasa saja, melainkan juga anak-anak. Mereka lebih memilih menyelami dunia digital tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Lebih banyak bersentuhan dengan gadget daripada harus bertemu dan berinteraksi dengan teman sebaya yang berada di lingkungannya dengan bermain petak umpet, bermain kelereng, bermain sepeda, dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi tugas bersama keluarga atau orang tua, sekolah, dan masyarakat, agar anak tersebut tidak terkontaminasi dampak negatif dari era digitalisasi yang ada saat ini.

Solusi

Upaya untuk menanamkan pendidikan karakter kepada anak merupakan sebuah tantangan besar. Sebab, pendidikan karakter berupaya untuk menanamkan sebuah kebiasaan, nilai, dan cara pandang terhadap suatu hal. Pendidikan karakter sebagai solusi utama untuk membangun generasi masa depan bangsa yang berkualitas dan berkarakter kuat tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Semua membutuhkan komitmen bersama mulai dari guru, keluarga atau orang tua, masyarakat dan termasuk juga pemerintah. Pengendalian dunia digital harus disikapi dengan serius oleh semua pihak agar dapat membawa energi positif dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak untuk memajukan peradaban.

Di antara semua pihak yang berpengaruh terhadap pendidikan karakter anak, keluarga atau orang tua merupakan pihak yang paling berperan dan dominan dalam usaha ini. Jika keluarga atau orang tua dapat menyikapinya dengan bijak, maka karakter anak akan terbentuk dengan mudah menyesuaikan cara didik keluarga atau orang tuanya. Sebab keluarga atau orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi putra/putrinya. Sehingga peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam pengasuhan anak. Orang tua dituntut cerdas di tengah perkembangan zaman, karena bekal pendidikan di sekolah saja tidak cukup untuk membekali anak-anak. Maka perlu peran penting keluarga atau orangtua dalam hal pengawasan, baik di dalam keluarga, lingkungan, maupun sekolah.

Adapun di antara langkah yang harus diterapkan dalam pengasuhan orang tua di era digital saat ini adalah sebagai berikut:

  1. Orang tua harus selalu mengupgrade pengetahuannya tentang dunia digitalisasi saat ini, khususnya tentang aplikasi-aplikasi smarthphone/android yang biasa digunakan anaknya. Sebab, orang tua tidak mungkin dapat mengontrol dan mengawasi anaknya jika orang tuanya sendiri tidak update terhadap perkembangan dan pengaplikasian teknologi yang ada.
  2. Jika anak terpisah jarak dengan keluarga atau orang tua, maka keluarga atau orang tua bisa selalu mengawasi dan mengontrol anaknya melalui fitur canggih yang telah tersedia pada smartphone nya masing-masing, seperti fitur “kontrol orang tua”. Kini, keluarga atau orang tua dapat mengandalkan aplikasi parental control untuk memiliki kontrol yang lebih baik terhadap aktivitas smartphone-nya. Dengan adanya fitur “kontrol orang tua” maka sebagai orang tua tidak memiliki alasan lagi untuk tidak bisa mengawasi dan mengontrol akses digital yang dilakukan oleh anaknya, meskipun jarak antara orang tua dan anaknya jauh.
  3. Membatasi dan meminimalisir penggunaan internet dan gadget pada anak agar tidak kecanduan dan mengganggu waktu belajarnya. Upaya ini akan lebih maksimal dan berhasil jika keluarga atau orang tua tidak juga disibukkan dengan dunia mereka sendiri, khususnya dunia gadget atau smartphone saat bersama dengan anak. Para ahli dan psikolog mengungkapkan bahwa anak yang diasuh oleh orang tua yang sering kali sibuk dengan dunia mereka sendiri, khususnya dunia gadget atau smartphone akan membuat anak menjadi mudah kehilangan fokus. Orang tua yang sering kali bermain smartphone saat bermain bersama anak, akan membuat anak menjadi kurang konsentrasi, kurang percaya diri dan kurang perhatian.
  4. Keluarga atau orang tua harus tegas melarang dan menegur anak jika terdapat konten yang tidak layak untuk ditonton, namun hal ini harus dilakukan dengan cara yang wajar dan tidak menyakiti anak seperti halnya mencubit, memukul, atau dengan kontak fisik lainnya. Tidak jarang, cara seperti ini malah dapat menyebabkan anak menjadi tantrum sehingga berpengaruh negatif terhadap pendidikan karakter dan perkembangan anak.
  5. Sering meluangkan waktu bersama anak, karena momen berkualitas bersama anak tercipta dari aktivitas sederhana namun sering dilakukan. Quality time ini menjadi cara yang paling efektif untuk membangun kedekatan dengan anak sehingga ada komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua dalam pengembangan afektifnya.
  6. Perlu adanya penanaman budi pekerti dari orang tua yang selalu dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari agar anak tersebut menjadi terbiasa.

Untuk menutup tulisan ini, penulis mengutip salah satu dawuh dari KH. Shalahuddin Wahid dalam bukunya yang berjudul Berguru Pada Realitas. Beliau mengatakan bahwa “Dalam pendidikan karakter, tidak ada metode yang lebih baik daripada memberikan teladan”.

Akhir kata, semoga kita diberi kekuatan untuk menjadi pribadi yang dapat memberikan teladan bagi sesama terutama keluarga. Aamiin.

*Penulis adalah santri aktif Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Mahasiswa Tingkat Akhir Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Institut Agama Islam Al-Khairat Pamekasan.