Jati Diri Seorang Pemimpin

ADMINPESANTREN Selasa, 28 November 2023 09:02 WIB
4104x ditampilkan Galeri Headline Artikel Ilmiyah Opini Santri

Oleh: Rohaili*

Kata al-imamah الامامة)) secara etimologi dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja amma أم)). Ungkapan seseorang "amma hum" (أمهم) berarti "mendahului mereka". Sedangkan kata al-imam الامام)) secara terminologi berarti setiap orang yang harus diikuti, seperti pemimpin atau yang lain.

Kata al-imam juga disebutkan dalam bentuk jamak a'immah أئمة)), dalam firman Allah Swt:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ.

Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Q.S. as-Sajdah [32]: 24)

Ayat di atas menyuratkan bahwa pemimpin (a'immah) harus diikuti dan ditaati, selama titahnya tidak bertentangan dengan syariat agama Islam. Namun demikian, dalam menjalankan tugas kepemimpinannya seorang pemimpin harus memandang dan berlandaskan maslahat. Seorang pemimpin harus memiliki tangungjawab mewujudkan kebaikan (maslahat), duniawi dan ukhrawi sekaligus, bukan salah satunya saja.

Siap menjadi pemimpin berarti siap menjadi pelayan orang lain. Dan itu berarti ia juga siap bertanggung jawab atas hasil-hasil yang dicapainya, baik hasil yang baik maupun hasil yang buruk. Menurut Spears (2002: 255), pemimpin yang melayani (servant leadership) adalah seorang pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dari perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Selanjutnya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dirinya untuk menjadi pemimpin orang lain.

Apakah seorang pemimpin adalah pelayan? Ya, pemimpin (seharusnya) adalah pelayan masyarakat. Pemimpin yang ideal mampu melayani setiap bawahannya, untuk kemudian menumbuhkan keterikatan yang kuat antara dirinya dan setiap elemen dalam ruang kepemimpinannya. Mungkin, di sebagian benak banyak orang kata “pelayan” dikonotasikan dengan sesuatu yang inferior, rendah dan semacamnya. Namun sebenarnya tidak demikian. Pelayan dalam sebuah tatanan sosial adalah sosok yang siap membantu sekitarnya, dan karena itu ia berjasa dan sejatinya memiliki kedudukan yang tinggi.

Melayani atau memperjuangkan kepentingan orang banyak tentu saja bukanlah hal yang mudah. Tugas ini meniscayakan tangung jawab yang sangat besar. Dan, tak dapat dipungkiri bahwa menjadi pemimpin dapat menghambat berbagai kepentingan diri sendiri. Maka dari itu seorang pemimpin haruslah memiliki jiwa kenegarawanan. Jiwa kenegarawanan merupakan sikap seseorang yang mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi dan golongan. Demikian pula pemimpin seyogiyanya memiliki sifat jujur dan kritis, untuk memastikan setiap keputusan yang diambil adil dan objektif. Hal itu menentukan taraf keberhasilannya dalam jangka panjang.

Seseorang yang berjiwa kenegarawanan akan memusatkan segenap daya fikirnya terhadap upaya pemakmuran masyarakat. Memakmurkan masyarakat merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin, yang hal itu dimaklumatkan dalam al-Qur’an. Allah Swt. berfirman:

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ

Artinya: “Dia (Allah Swt.) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Q.S. Hud [11]: 61)

Ayat di atas mendedahkan bahwa manusia memiliki tugas penting, yaitu memakmurkan bumi Allah Swt. Kemakmuran akan terwujud apabila umat manusia menyiapkan dan menunaikan segala yang dibutuhkan oleh segenap penduduk bumi, seperti mengelola kekayaan alam, mengembangkan sumber daya manusia dan lain sebagainya; tugas yang tidak sederhana. Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin perlu memiliki jalinan koneksi yang kuat dengan setiap anasir dalam lingkup kepemimpinannya, dalam menjalankan tugasnya itu.

Olehnya, seorang pemimpin tidak hanya membutuhkan kemampuan bekerja, melainkan juga daya komunikasi untuk menciptakan teamwork (kerjasama tim) dengan soliditas yang tinggi. Pemimpin perlu memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mendengarkan setiap umpan balik (feedback) dengan cermat dan memiliki fleksibilitas dalam mengeksekusi pekerjaan atau memecahkan masalah. Dengan demikian, roda kepemimpinan mampu melaju dengan lebih cepat lagi tepat.

Saat seorang pemimpin telah mampu membangun lingkungan kerjasama yang kokoh, ia kemudian sedianya menjadi inspirator perubahan, yang visioner, yang mampu membuat yang dipimpinnya menjadi berkualitas, serta membawanya pada tujuan (visi) yang jelas. Visi yang terjabarkan dengan jelas sebagai tujuan besar laju kepemimpinan kemudian meniscayakan rumusan dan aksi-aksi yang terukur. Sebaliknya, visi yang buram kerap menyebabkan kerancuan sejak dini.

Walhasil, kepemimpinan bukanlah posisi, namun sebuah tindakan (leadership is action, not position). Kepemimpinan sebagai posisi tak ubahnya sekadar sebuah kedudukan, yang selalu dipandang istimewa dan tinggi di mata banyak orang. Namun, kepemimpinan sebagai sebuah tindakan meneguhkan sikap pemimpin yang sejati, langkah-langkah yang terukur, gagasan dan ide yang segar, serta visi misi yang jelas.

*Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam (IAI) Al-Khairat Pamekasan.