Indonesia Sebagai Negara Hukum dan Pilar Supermasinya

ADMINPESANTREN Selasa, 2 Januari 2024 11:57 WIB
4955x ditampilkan Galeri Headline Artikel Ilmiyah Kolom Alumni

Oleh: M. Saiful Masarih Abma*

Hampir setiap negara pasti mempunyai aturan dalam menjalankan fungsi kepemerintahannya, baik yang bersifat larangan maupun kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap warganya, tak terkecuali di Indonesia yang merupakan negara hukum berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Masalah yang berkaitan dengan hukum akhir-akhir ini menjadi sorotan dari berbagai negara di dunia, karena Indonesia yang katanya sebagai negara hukum tidak bisa lepas dari belenggu-belenggu permasalahan yang dilakukan oleh pejabat negaranya, sehingga dengan realita yang seperti ini banyak yang mempertanyakan di mana kekuatan Indonesia sebagai negara hukum jika para warga negara dan antek pejabatnya sering melanggar apa yang sudah menjadi identitas dari negaranya sendiri? 

Lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Terlebih hari ini masayrakat tak lagi seperti zaman dahulu kala yang tidak peduli dengan siapa yang memerintah. Hari ini masyarakat sudah banyak belajar dari apa yang sudah terjadi di masa lalu yang menyebabkan kepedulian masyarakat mulai tumbuh dan mereka mulai mengkritisi kebijakan pemerintah, terlebih yang berkenaan dengan penegakan hukum. Lemahnya penegakan hukum ini berkenaan dengan begitu gampangnya para antek kekuasaan melakukan apa yang mereka mau tanpa memperdulikan bahwa rakyat memberikan kekuasan untuk mereka jalankan bukan mereka permainkan. Efek dari mempermainkan jabatan yang diberikan ini bisa tercermin dari banyaknya para pejabat negara yang melakukan pelanggaran-pelanggaran semisal korupsi, nepotisme dan berbagai hal yang melanggar hukum lainnya. Realitas yang lebih memalukan lagi hari ini adalah pejabat yang melakukan pelanggaran hukum rata-rata bukanlah orang yang awam dan tidak mengerti terhadap hukum, melainkan mereka sudah ahli serta pakar di bidang hukum. Kesadaran akan tanggungjawab ketika menjadi pemimpin atau pemangku jabatan haruslah dipegang teguh dan di junjung tinggi. Karena kesadaran itulah bisa menjadi rem agar tidak melakukan sesuatu yang melenceng. Hari ini masyarakat dituntut untuk patuh dalam menjalankan apa telah para pejabat rumuskan, tapi di sisi lain mereka melanggar apa yang telah mereka tetapkan itu.

Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, dalam rangka merumuskan kembali ide-ide pokok mengenai konsepsi negara hukum dan penerapannya di Indonesia saat ini setidaknya ada tiga belas prinsip yang merupakan pilar utama yang bisa menentukan tegaknya negara Indonesia sebagai negara hukum yang sebenarnya, yaitu: 

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

Adanya pengakuan secara empirik dan normatif dalam supremasi hukum tercermin dalam aspek bahwa semua masalah yang timbul dalam suatu negara pasti bisa diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Sehingga dalam hal ini pemimpin tertinggi suatu negara bukan lagi pemerintah melainkan konstitusi sebagai hukum tertinggi.

2. Persamaan dalam Hukum (Equality before of the Law) 

Persamaan kedudukan setiap orang di mata hukum itu haruslah sama, baik dari segi empirik maupun secara normatif. Sehingga setiap perlakuan deskriminatif yang diterima oleh warga negara merupakan tindakan terlarang yang harus diselesaikan secara hukum tanpa memandang siapa yang melakukan. 

3. Asas Legalitas (Due Process of Law) 

Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum ditengarai oleh peraturan yang mengatur setiap perbuatan warga negara, yang sah dan tertulis. Seseorang tidak akan mendapatkan proses hukum pabila tidak ada aturan hukum yang mengatur ketika ia melakukan kesalahan. 

4. Pembatasan Kekuasaan 

Pembatasan kekuasaan dilakukan karena memang kekuasaan memiliki kecenderungan yang sewenang-wenang. Karena itu di Indonesia sendiri pembatasan kekuasaan dibuktikan dengan adanya pembagian kekuasaan agar saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Dimana Eksekutif (Presiden) sebagai lembaga yang berkuasa diawasi oleh Legislatif (DPR) dan penegakan hukum dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY) yang ketiganya bersinergi mewujudkan negara agar tetap konsisten menjadi negara hukum yang sebenarnya. 

5. Organ-Organ Campuran yang Bersifat Independen 

Dalam pelaksanaan pembatasan kekuasaan, asal mulanya semua menjadi kewenangan eksekutif untuk menjalankannya, tapi seiring dengan banyaknya kebutuhan diperlukan lembaga independen yang bertugas menambal kekurangan hal ini. Lembaga-lembaga independen ini diantaranya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak 

Peradilan bebas dan tidak memihak merupakan salah satu hal yang wajib dimiliki oleh semua negara hukum. Implementasinya adalah para hakim dalam menentukan putusan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan apapun dan dipengaruhi siapapun serta menetapkan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. 

7. Peradilan Tata Usaha Negara 

Peradilan tata usaha negara ini lebih berfokus terhadap adanya jaminan terhadap warga negara agar warga negara tidak merasa terzalimi oleh kebijakan para penguasa dan menjadi terbukanya kesempatan bagi warga negara untuk menggugat keputusan dari apa yang diputuskan oleh lembaga negara. 

8. Peradilan Tata Negara 

Peradilan Tata Negara di Indonesia atau biasa dikenal dengan Mahkamah Konstitusi (MK) ini sangat penting keberadaannya karena pada masa modern seperti saat ini peradilan yang berkenaan dengan konstitusi merupakan satu pilar baru tegaknya hukum. Tugas dari Mahkamah Konstitusi di Indonesia diatur dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” 

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia 

Perlindungan ini bertujuan untuk memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, karena negara yang mengatasnamakan dirinya sebagai negara hukum tetapi tidak melakukan perlidungan hak asasi manusia, dengan sendirinya ia batal sebagai negara hukum. 

10. Bersifat Demokratis 

Sifat demokratis harus menjadi hal yang harus diperhatikan apalagi dalam hal yang berkneaan dengan pengambilan suatu keputusan. Hukum dan peraturan yang berlaku tidak boleh menguntungkan salah satu pihak siapapun. Karena memihak merupakan salah satu hal yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. 

11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara 

Tujuan dari negara hukum dalam aspek apapun adalah meningkatkan kesejahteraan umum dan adil terhadap semua warga negara. Dalam Pembukaan Undang-Undang 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah melindungi segenap tumpah darah Indoensia, mamajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

12. Transparasi dan Kontrol Sosial 

Transaparansi dalam negara hukum sangat diperlukan agar warga negara tahu terhadap apa yang telah diperbuat oleh para pemangku kebijakan negara. Partisipasi masyarakat secara langsung diperlukan untuk adanya peranserta masyarakat dalam mewududkan keadilan dan kebeanran. 

13. Berketuhanan yang Maha Esa 

Prinsip Ketuhanan yang Maha Esa ini sangat penting sebagai ekspresi kesadaran atas keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa, karena dengan prinsip ini akan melahirkan kesadaran-kesadaran lain yang bisa mewujudkan Indonesia menjadi negara hukum dengan cara menjaga tatanan masyarkat dan berlaku adil terhadap seluruh warga negara.

Kesimpulannya, dengan penegakan hukum yang baik dan ditetapkan berdasarkan aturan yang telah berlaku sejak dahulu, maka negara hukum di Indonesia akan terwujud. Wallahu a’lam.

*Mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Divisi Intelektual Ikatan Mahasiswa Bata-Bata (IMABA) Yogyakarta `23.